PADANG, (Utamapost)- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat kembali menggelar Rapat Paripurna dengan agenda mendengarkan jawaban Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, atas pandangan umum fraksi-fraksi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024. Rapat berlangsung di ruang sidang utama DPRD Sumbar pada Selasa, 17 Juni 2025.
Dalam penyampaiannya, Gubernur Mahyeldi menanggapi berbagai kritik dan pertanyaan dari fraksi DPRD, terutama menyangkut kurangnya capaian pendapatan daerah serta ketidaksesuaian antara target pendapatan dan arah kebijakan dalam RPJMD.
Mahyeldi mengakui bahwa tingkat realisasi pendapatan daerah masih belum optimal, khususnya dari sektor Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ia menilai hal tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal, seperti kondisi ekonomi masyarakat, tingkat kepatuhan pajak, serta kesadaran fiskal masyarakat.
“Realisasi pendapatan dari BUMD memang belum memenuhi ekspektasi. Kami sedang mengevaluasi model bisnis mereka agar kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa lebih maksimal,” ungkap Mahyeldi.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dalam RPJMD 2025–2029, Pemprov Sumbar akan menargetkan pendapatan daerah yang lebih realistis dan menyusun strategi baru untuk menggali potensi aset serta mencari sumber pendapatan alternatif. Ia menegaskan, pemerintah terus berinovasi dalam pengelolaan keuangan daerah guna memperkuat struktur ekonomi Sumbar.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sumbar, M. Iqra Chissa Putra, yang memimpin jalannya rapat, menyoroti rendahnya realisasi PAD tahun 2024, yang hanya mencapai 88,03 persen, angka terendah dalam lima tahun terakhir. Secara keseluruhan, total pendapatan daerah hanya terealisasi sebesar 94,53 persen dari target.
“Rendahnya PAD ini perlu ditindaklanjuti secara serius. Sebab, PAD merupakan indikator utama dari kinerja fiskal dan kemampuan daerah dalam membiayai pembangunan,” kata Iqra.
Iqra juga mengungkapkan bahwa penyerapan anggaran belanja masih belum maksimal. Dari total alokasi anggaran sebesar Rp7,01 triliun, hanya 92,97 persen yang terealisasi. Belanja operasional menyerap 96,22 persen, sementara belanja modal hanya 89,37 persen.
“Pemerintah daerah harus menjelaskan secara rinci alasan rendahnya penyerapan anggaran, dan bagaimana dampaknya terhadap pelaksanaan program prioritas,” tambahnya.
Rapat Paripurna ini mencerminkan pentingnya peran DPRD dalam mengawasi pengelolaan keuangan daerah, serta menjadi forum akuntabilitas antara legislatif dan eksekutif. Dengan adanya evaluasi menyeluruh dan pembahasan terbuka, diharapkan kinerja APBD Sumbar ke depan akan lebih efektif, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.(son)
