PADANG, (Utamapost) – Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi menyatakan perjanjian kerja sama Build Over Transfer (BOT) antara Pemprov Sumbar dengan pengelola Hotel Novotel PT. Grahamas Citrawisata dinilai mencurigakan, Jum’at (24/2).
Dikarenakan jumlah biaya kerja sama yang dibayarkan tidak masuk akal yakni hanya Rp300 juta dalam setahun sejak 2022 hingga 2024, sedangkan dalam perpanjangan kontrak 2012-2022 selama 10 tahun Pemprov hanya mendapatkan Rp200 juta per tahun.
“Pendapatan itu yang diberikan ke pemerintah dan kami di DPRD tidak memasukkan itu ke kas pendapatan tahun lalu. Saat ini Komisi III DPRD Sumbar fokus melakukan penggalian informasi terhadap persoalan itu,” kata dia di Padang, Senin.
Dirinya fokus pada perjanjian yang dibuat antara Pemprov Sumbar dengan pengelola sejak awal dan ada biaya kompensasi yang diberikan kepada Pemprov Sumbar dengan nilai yang cukup rendah.
“Ini kan tidak logis dan tak masuk akal dengan perkiraan pendapatan hotel yang besar namun nilai kompensasi sangat rendah. Bisa saja ada perjanjian di bawah tangan?,” kata dia.
Menurut dia investor yang menanamkan uangnya di Sumbar tentu ingin meraih keuntungan dari investasi yang telah ditanamkan namun tentu sebagai pemerintah pihaknya tidak ingin pendapatan yang didapatkan dan masuk ke kas daerah hanya sedikit.
Padahal Hotel Novotel itu berdiri di tanah yang luas dan memiliki bangunan besar dan tingkat keterisian kamar cukup tinggi. Menurutnya ini tentu tidak cocok dengan biaya yang diberikan kepada Pemprov Sumbar.
Kontrak kerja sama Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata berdasarkan akta perjanjian Nomor 12.090/L/1990 pada tanggal 27 Agustus 1990. Disepakati perjanjian kerja sama selama 30 tahun sejak dioperasikan dengan dua tahun pertama masa pembangunan dan dua lanjutan masa promosi lalu tahun berikutnya hingga 30 tahun masa operasional.
Kemudian dilakukan adendum perjanjian akta Nomor 120-9/USB-2010 dan Nomor 025/GC/IX/2010 pada 30 September 2010 antara Pemprov Sumbar dengan PT Graha Mas Citrawisata dan disepakati keuntungan bersih setelah diaudit akuntan publik dibagi 20 persen untuk pemprov dan 80 persen untuk perusahaan atau Rp200 juta harus diterima Pemprov Sumbar apabila minimal 20 persen lebih kecil dari Rp200 juta.
Harusnya keuntungan yang didapatkan Pemprov Sumbar adalah 20 persen dari total keuntungan bersih setelah dilakukan audit oleh akuntan publik namun selama ini pengelola menyatakan terus merugi sehingga pembayaran yang dilakukan hanya Rp200 juta sesuai dengan perjanjian.
Sementara fixed lease sebesar Rp300 juta per tahun ke Pemprov Sumbar baru dibayarkan pada 2022 hingga 2024 sedangkan tahun 2012 sampai 2022 pemprov hanya kebagian 200 juta per tahun.
Sebelumnya Komisi III DPRD Sumatera Barat menggandeng BPK melakukan audit investigasi pengelolaan Hotel Novotel yang merupakan kerja sama Build Over Transfer (BOT) dengan Pemerintah Daerah Sumatera Barat.(sdc)